Awal mula cerita self-discovery

Bu Admila membuka percakapan hari ini. Di ruangan 3 x 3 meter inilah aku berdialog denan nya menuju self-discovery.

Tatapan beliau hangat, ramah. Hal ini membuatku bisa lebih terbuka dan lebih santai dalam mengungkapkan rasa dan isi hati.

Kami berangkat dari issue yang pertama yaitu ingin bunuh diri. Rasa dan pemikiran ingin bunuh diri ini sudah keluar sejak lama. Triggernya semakin erat di tanah Rantau, terutama saat di Batam.

Setelah itu, mata saya terisak ketika kita berdialog tentang hubungan asmara. Pada hubungan terakhir di mana saya putus kontak dengan pasangan, di sini air mata saya mulai bercucuran.

Suatu hal yang menjadi alasan mengapa saya datang ke Psikolog adalah, menghindari air mata ini menetes di waktu yang tidak diharapkan. Dan agar tetap professional dalam bekerja. 

Cerita berlanjut dengan kumpulan kekhawatiran menatap masa depan. Mengingat banyak inner child dan trauma yang belum tuntas, maka di sini tujuan saya semakin erat mengunjungi psikolog: untuk mengenal diri sendiri, memaksimalkan potensi diri, dan membangun batasan sosial yang sehat dengan lingkungan.²

Bersama Psikolog, menuju Self- Discovery

Awalnya, saya mengunjungi psikolog agar saya tidak takut kesepian dan tenggelam dalam kesendirian, sehingga saya ingin bunuh diri.

Namun, keinginan tersebut sempat maju-mundur. Saya bertanya kepada teman saya, apa alasan orang-orang tidaj mengunjungi psikolog padahal mereka tahu, mereka tidak baik baik saja. 

Jawabannya sederhana: tujuan. Mereka yang tidak pergi ke psikolog tidak punya tujuan sama sekali terkait kunjungan ke psikolog.

Lain cerita dengan saya, saya memiliki tujuan yang jelas sejak awal. Karena sudah mantap dengan tiga poin ini, saya akan membayar berapapun untuk kunjungan ke psikolog ini. 

Tidak murah

Menghabiskan 500.000- 1500.000 per pertemuan tentu tidak murah. Pasalnya biaya psikolog ini adalah biaya Klinik, karena bu Mila sendiri berpraktik di srbuah klinik swasta 8di Yogyakarta. 

Tetapi ada fasilitas yang didapatkan dari kunjungan ini. Yaitu tempat konseling yang empuk , bersih, dan nyaman. Ada AC dan ruang tunggunya juga.

Selain itu, saya mendapatkan PR mingguan yaitu refleksi harian dan tugas. Lebih dari itu semua, saya memvisualisasikan dan membuat wayang untuk memperkenalkan sub-kepribadian saya.

Apa itu sub-kepribadian, tentu saja kita akan bahas kemudian.

Menghadirkan persona unik selama self-discovery

Dalam upaya self-discovery, ada beberapa persona yang menonjol atau dominan. Persona ini adalah sub-kepribadian yang memberi suatu watak/ karakter dari timbulnya suatu response.

Kepribadian manusia itu kompleks. Kita tidak bisa mengatakan manusia  baik atau jahat hanya dari 1 karakter saja. Manusia dikatakan manusia karena dia hadir ke dunia.

Saya sendiri memiliki persona “yang disukai orang lain” dan “yang tidak disukai”. Inilah yang membuat saya semakin unik dan mencintai kehidupan.


Awalnya self-discovery terasa membingungkan, hingga di suatu titik kehidupan saya menyadari bahwa saya bisa menjadi seperti ini karena ada kepribadian yang mau saya lindungi. Yang selama ini terluka, tertinggal, dan terabaikan.

Dialah elemen kompleks yang ada di setiap saya terluka. Dialah variabel independen yang mempengaruhi keputusan hidup saya.

Dia: nama dari trauma yang timbul atas generasi sebelumnya.

Dia akan kuperkenalkan di bagian berikutnya.

Bersambung…

#30DWC #Day3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *