Pernah bingung, selama ini punya rencana, tapi wacana terus?
Dan teman-teman mencap kita “wacana forever“?
Bukan sepenuhnya salah kamu, salah aku, salah kita. Namun tidak sepenuhnya kita bertahan di sikap seperti itu.
Mari kita evaluasi mengapa rencana kita tidak terrealisasi, dan bisa hancur berkeping-keping menjadi puing-puing wacana.
Cekidot!
1. Rencana Kurang Matang
Kurangnya perencanaan yang matang bisa menghambat perjalanan menuju realisasi karena rencana yang tidak terstruktur dengan baik akan sulit direalisasikan.
Contoh perkara 30DWC. Kita memiliki bank ide, tetapi tidak tahu bagaimana mencari dan menghimpun fakta untuk mematangkan ide-ide tersebut. Kita memiliki ide, namun tidak tahu isi paragrafnya tentang apa. Sehingga kita akan sangat kesulitan dalam menerapkannya.
Sebaiknya kita pikirkan sumber ide tersebut: pengalaman, pengetahuan tambahan, atau hal lain? Semakin matang idenya, semakin lancar nulisnya.
2. Kurang Motivasi
Kurangnya motivasi juga bikin kita gagal. Tanpa dorongan kuat, kita semua akan kehilangan semangat untuk mencapai rencana mereka.
Motivasi itu hendaknya dari dalam, bukan dari luar. Oleh sebab itu penting sekali kita untuk menjadi orang yang self-driven. Kita boleh tergerak oleh orang lain, karena kata atau tindakan orang. Tetapi kita harus menjadi self-motivated untuk menggerakkan diri kita. Sehingga kita akan terus terpacu.
3. Kurang Rencana Cadangan
Tidak memiliki rencana cadangan membuat seseorang tidak siap mengatasi rintangan atau perubahan. Sehingga rencana akan menemui kegagalan. Maka dari itu ada pentingnya kita membuat ide-ide tambahan dalam menulis.
Kita bisa membuatnya dengan mengerahkan sebanyak mungkin ide dengan jumlah lebih banyak dari 30 hari menulis. Anggaplah kita menulis 30 tulisan selama satu bulan, maka keluarkanlah 50 ide. Setidaknya itu bisa membuat kita aman sampai akhir bulan.
4. Kurang KUWAT (Kemampuan, Uang, Waktu, Alat, Tenaga)
Kurangnya sumber daya KUWAT dapat menghalangi kita mencapai rencana. Contoh dalam konteks menulis:
- Kurang Kemampuan: ketika kita belum pernah menerapkan dialog tag, tanda baca, istilah baku, majas, ataupun kutipan. Maka kita akan kesulitan menyelesaikan tulisan.
- Kurang Uang: kita tidak bisa mendaftar biaya pendaftaran 30DWC, nongkrong di cafe untuk cari inspirasi, atau membayar biaya penerbitan buku. (untuk yang ingin mempublikasikan karyanya.)
- Kurang Waktu: kita tidak bisa menyelesaikan tulisan pada waktunya.
- Kurang Alat: kita tidak punya alat sendiri. Cara mengatasinya yaitu, pinjem laptop kakak, adek, bapak, teman, atau menulis di HP dan di warnet.
- Kurang Tenaga: kita akan kesulitan untuk menulis di atas target kata kita.
5. Kurang Skala Prioritas
Bagaimana kalau kita sibuk? Ada anak, suami, istri. Ada pekerjaan utama. Ada kegiatan lain? Jangan-jangan kita malah jadi lupa menulis.
Ternyata tidak juga. Asal kita tahu prioritas kita, semua akan bisa terealisasi sesuai porsinya.
6. Kurang Pengalaman dan Pengetahuan
Kurangnya pengalaman dan pengetahuan mengenai apa yang mau ditulis, bisa membuat karya-karya kita tidak terealisasi.
Maka dari itu, yang paling gampang untuk ditulis adalah pengalaman pribadi, dan menulis sesuai jurusan atau bidang pekerjaan yang digeluti.
7. Takut Gagal
Rasa takut untuk gagal, membuat kita sulit bergerak. Masih ingat tulisan Tindakan Mengalahkan Rasa Takut? Nah, ketakutan yang kronis bisa membuat kita tidak bertindak.
Namun, tindakan dengan mental yang kuat layaknya pejuang, membuat kita tidak takut untuk gagal dan terus bergerak.
8. Kurang Komitmen.
Setelah membuat komitmen, seseorang akan belajar untuk konsisten. Jangan sampai komitmen yang dibuat hanya sekedar slogan atau gaya-gayaan semata. Konsistensi bisa diciptakan dengan memberikan sanksi terhadap diri sendiri.
Misalkan, pengurangan poin sebagai bentuk disiplin. Atau tidak boleh main game, jajan, atau nonton drakor karena tidak konsisten. Apa yang membuat kita disiplin, itu semua tergantung kita masing-masing. Jangan sampai kita menunggu “dipecut” oleh orang lain akibat ketidakdisiplinan kita.
9. Kurang Dukungan Sosial dari Lingkungan
Punya teman atau anggota keluarga yang toksik dan selalu menyeret atau menghambat kita? Jangan benci mereka. Bencilah sikapnya dengan cara tidak ikut-ikutan mereka. Misalkan mereka pemalas, ya kita jangan ikut-ikutan malas.
Itulah sebabnya kita butuh support system yang memacu setiap tindakan positif kita. Mendekatlah kepada support sistem: mentor, guardian, squad, empire, atau kelompok penulis yang lain.
10. Kurang Prediksi
“Waduh aku lupa, nanti malam ada deadline pukul 22.00.”
“Eh iya, besok kosultasi ke dosen. Aku harus segera menyelesaikan skripsi ini.”
“Duh besok harus report ke atasan. Kerja dulu deh.”
Akhirnya karena segudang excuse di atas, kita malah jadi lupa untuk nulis.
Perkirakanlah hal-hal yang bisa menghancurkan rencana kita untuk nulis seperti: perjalanan panjang, acara keluarga, pekerjaan, ataupun kondisi badan.
Nah, itulah 10 faktor yang bikin rencana kita cuma jadi wacana. Faktor apakah yang paling menghambat kita?
Dengan mengenali “ancaman dan kelemahan”, kita bisa mengatasi setiap faktor penghambat dengan sumber daya yang ada. Dan merealisasi rencana-rencana kita.