Jadi PNS atau Jadi Diri Sendiri?

Judulnya semi-clickbait. Tanpa mengurangi rasa hormat untuk semua PNS di Indonesia, kuharap pesan artikel ini sampai ke hati kalian. Yang dimaksudkan adalah : Jadi sesuai kemauan orang, atau jadi diri sendiri?

Mengapa beberapa mama dan papa di Indonesia ini menginginkan anaknya untuk menjadi PNS?

Mengapa beberapa mama dan papa di Indonesia ini mengharapkan anaknya kerja di BUMN?

Mengapa beberapa mama dan papa berharap anaknya kuliah di kampus negeri?

Kalau kita melihat perkataan tersebut, mungkin kita bisa simpulkan ke pertanyaan besar: mengapa orang-orang cenderung mengikuti “jalur orangtua”, tanpa mengikuti hasrat dari jiwa?

Bukankah orangtua juga manusia? Yang bisa saja salah? Bukankah berbakti kepada orangtua tidak harus mengikuti setiap kemauan dan hasratnya?

Aku terlahir di keluarga yang sederhana. Alias menengah secara ekomomi. Sepanjang usia, aku tak pernah lepas dari petuah sang ayahanda dan ibunda. Aku bisa dibilang “cukup tertata” dalam menghadapi jenjang pendidikan. SD, SMP, SMA dan Kuliah.

Namun ketika aku bekerja, aku sulit menentukan pilihan. Aku merasakan bahwa selama ini hidupku terlalu diarahkan. Dan aku tak mengerti apa yang diri ini inginkan.

Beberapa temanku sama nasibnya denganku. Mereka tumbuh besar di keluarga yang latar belakangnya hampir sama. Mereka juga diarahkan dan ditata masa depannya. Dan mereka juga bingung akan setelah ini ke mana.

Banyak yang terjebak dalam pekerjaan yang membosankan, bertahun tahun. Banyak yang terjebak di dunia tikus balap tanpa akhir.

Itulah realitas pahit kehidupan. Kita menjadi sulit mengerti keinginan diri ini ketika kita cenderung “disetir” dari awal. Orangtua hanyalah papan penunjuk jalan, bukan setir kemudi. Hidup kita tak akan berhenti apabila kita menghidupi jalan hidup sendiri.

Jadi PNS itu tidak salah, sama sekali.

Jadi apapun yang orangtua inginkan juga tidak salah.

Namun, pertanyakan kembali, apakah diri ini benar-benar menginginkan hal tersebut? Apakah diri ini siap menjalaninya?

Apakah keinginan tersebut letaknya dari dalam?

Dan apakah kita siap dengan segala konsekuensinya?

Lantas, pertanyaan besarnya: jadi diri sendiri yang otentik, atau jadi kemauan orang lain?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *