Kesepian Walau Sedang Online

Pernahkah teman-teman mengalami suatu hari di mana tayangan di TikTok lebih mengasyikkan, dibanding kehidupan yang kita sedang alami?

Mungkin banyak yang kita alami di kehidupan : dimarahi boss, kehilangan uang, berantem sama pasangan, dibentak orangtua, kalah bermain mobile legend, tidak diterima pekerjaan, atau hal buruk lainnya.

Kita mencari pelarian ke bentuk yang lain, misalkan posting foto-foto kita yang bagus ke Instagram, menonton video lucu, komentar di salah satu akun yang sedang viral. Seakan semua hal kita lakukan untuk mencari atensi publik. Begitu hal tersebut tidak memenuhi ekspektasi kita, kita kecewa dan  merasa kesepian.

Dahulu, aku sempat mengira jumlah likes, jumlah komentar dan tanggapan positif suatu post adalah tolok ukur dari sebuah kualitas diri dan pengakuan diri. Hingga suatu hari aku sempat menyesalinya.

Aku kira, terus melakukan posting atau aksi di sosial media demi mendapatkan pengakuan adalah hal yang tepat. Sampai di suatu titik kehidupan, aku mengetahui itu hal yang kurang tepat.

Bersosialisasi di Dunia Maya

Kita mungkin bangga akan komunitas, teman-teman daring kita, dan prestasi dunia maya kita seperti jumlah likes, viewers dan subscribers. Tetapi jangan pernah lupa, kalau kita ini manusia yang setara dengan siapapun di hadapan Tuhan.

Sebagian dari kita mungkin merasa sosial media adalah pelarian yang baik. Kita bisa membuang persona dan identitas dunia nyata kita. Kita bisa menjadi apapun yang kita mau di jagad nyata. Sampai-sampai kita menggunakan cara tersebut dan melanggar etika kita berkomunikasi. Kadang kita galak dengan orang yang tidak pernah kita jumpai, ataupun menjadi terlihat gagah dan kuat dengan segala berdebat.

Mari kita luruskan kembali, bahwa dunia maya bukanlah jagad tempat kita hidup (kecuali kita konten kreator atau social media analyst. Bahkan mereka juga butuh dunia nyata)

Terlepas dari kita kesepian atau hari-hari kita sedang buruk, kita ini harus selalu ingat untuk menjaga sopan santun kita saat berkomunikasi dengan orang lain.

Jangan terus menerus mengisi hati orang lain yang kita tak tahu kapan penuhnya

Mengisi hati orang lain, sama seperti mengisi sebuah teko yang bocor dengan air sumur yang mengering. Kita hanya bisa menunggu waktu sampai kita kelelahan, energinya habis, dan semua itu tiada berhasil.

Kita tak akan pernah bisa menyenangkan hati semua orang. Sebagus apapun kita, akibat satu kesalahan maka kita akan terkesan salah di mata orang lain.

Dengan kita mengharapkan postingan kita mendapatkan likes, views, dan shares, sebenarnya kita sedang berusaha memuaskan hati orang lain. Apabila itu tidak berhasil, maka kita akan kosong dan energi kita terbuang.

Apa yang kita cari dengan membuat postingan? Apakah kita ingin berbagi? Apakah kita ikhlas jika metrics kita jelek? Apakah kita selalu ingin belajar untuk membagikan postingan yang bermanfaat?

Jika kita menjawab ya untuk pertanyaan-pertanyaan di atas, maka kita sudah mengubah mindset kita untuk mengisi diri kita terlebih dahulu, sebelum mengisi hati orang lain.


Kesepian itu masalah serius. Jangan sampai kesepian menghantarkan kita kepada percobaan untuk mengakhiri segalanya. Kendati begitu, bukan berarti saat kita kesepian, kita bisa menjadi apapun di Internet.

Saat kesepian, penting untuk mengetahui sumber kesepian, serta mencoba mencari sumber-sumber kebahagiaan untuk menambal ruang hati kita. Cobalah untuk mengisi diri kita terlebih dahulu.

Dengan demikian, kita tidak terus menerus mencari kebahagiaan di luar, melainkan mencoba mencarinya di dalam hati kita terlebih dahulu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *