Aku berjalan menemui suatu tempat yang indah, nyaman, tenang, dan juga menyenangkan. Aku melihat ada suatu hutan yang rindang dan terdapat air terjun, pohon berbuah, dan bunga-bunga bermekaran. Rasanya sepert hidup masa lalu yang menyenangkan. Tanpa gawai, tanpa teknologi, dan tanpa ekspektasi orang lain.
Aku berjalan dan menemukan ada sebuah istana megah. Begitu masuk, aku melihat ada banyak mainan di sana. Terutama banyak boneka. Ada boneka jerapah, kudanil, bebek, dan kodok. Bahkan ada banyak karakter kartun di sana. Betapa lucunya mereka semua, hingga aku mendatangi dan memeluk boneka tersebut. Apalagi ada boneka anjing besar yang bulunya lembut dan lucu.
Ketika ada suatu ranjang putih yang empuk, aku putuskan untuk tidur di atasnya. Aku tertidur sangat pulas, hingga aku terbangun dengan perut yang sangat lapar. Aku mengunjungi meja makan istana itu, dan aku melihat ada banyak makanan di sana. Ada masakan berbasis daging sapi dan ayam, goreng dan bakar. Ada zuppa soup, spaghetti, kentang goreng, dan salad buah. Ada banyak minuman. Aku memakannya satu persatu, dan aku bisa merasakan renyahnya tepung, gurihnya bumbu ke dalam lidahku.
Musik yang kudengarkan dalam ruangan ini lembut, mengalun, dan tenang. Kurasakan musik yang merasuk ke dalam jiwaku. Telingaku serasa dimanjakan, dan aku merasa puas dan cukup.
Betapa indahnya imajinasi ini. Sampai aku menyadari sesuatu bahwa ini bukanlah realita yang selama ini kuhadapi. Ini adalah gambaran ideal mengenai definisi kenikmatan dunia.
Pada saat itu, aku merasakan banyak rangsangan sensorik yang menyenangkan:
- Rabaan, aku dapat merasakan empuknya bantal dan boneka yang membawaku kepada kenikmatan tidur.
- Rasa, aku dapat merasakan kecapan bumbu-bumbu, tekstur daging, dan berbagai macam rasa yang memanjakan lidahku.
- Penglihatan, aku melihat air jernih mengalir, hijaunya hutan, dan keindahan hamparan bunga.
- Pendengaran, aku mendengar musik klasik diputar.
- Penciuman, aku mencium aroma sedapnya masakan, aroma wangi bunga-bunga, serta udara segar yang bebas bau.
Hal ini juga berlaku dalam pengalaman masa kecil yang pernah kualami. Mendapatkan kado boneka sebagai hadiah ulang tahun, makan di restoran Jepang yang enak, mendengarkan musik klasik untuk menghantarku tidur, mencium aroma wangi lantai yang baru dipel Ibu.
Betapa indahnya masa-masa itu. Rasanya, ingin kuputar kembali waktu. Aku seperti hidup kembali.
Jadi, apakah masa lalu penting untuk dikenang?
Bagaimana jika dibalik, kelima panca indera tersebut menerima rangsangan negatif, dan yang ada hanyalah trauma?
Masihkah kita sanggup mengingat masa lalu tersebut?
Pentingnya Memahami Kenangan dan Pengalaman Masa Lalu
Setiap dari kita lahir, tumbuh besar, dan mendewasa dengan cara dan latar belakang yang berbeda. Dengan asal keluarga dan daerah yang berbeda, pasti kita semua punya pengalaman yang berbeda, terkait masa lalu kita.
Tanpa adanya masa lalu, tidak akan ada masa kini dan masa depan. Namun demikian, masa lalu bukanlah segalanya untuk menentukan hidup kita.
Bukan berarti ketika kita menderita kemalangan atau musibah di masa lalu, masa depan kita akan ikut hancur.
Apakah mengenang masa lalu itu penting?
Filosofi ini mirip seperti teman-teman yang hendak mengemudi kendaraan bermotor (motor atau mobil). Ketika kita mau berbelok, atau mendahului, tentu kita akan melihat kaca spion terlebih dahulu, baru menentukan apakah akan berbelok sekarang atau mendahului sekarang, atau nanti saja.
Ketika kita melihat spion dan menemukan manfaat darinya, bukan berarti kita harus melihat spion terus, kan?
Masa lalu itu sangat diperlukan. Terutama ketika kita akan menggali akar trauma / primal wound. Akar trauma ditemukan dari kumpulan masa lalu. Yang kadang menyakitkan kendati indah untuk dikenang.
Aku ambil contoh, pengalamanku hilang di mall. Cerita bermula ketika aku masih usia pra-TK. Saat itu aku ikut berbelanja dengan ibuku di Matahari. Aku sangat suka menyelinap di balik manekin-manekin yang menampilkan baju promosi atau display. Ketika aku terlalu lama bersembunyi di manekin, aku kehilangan jejak orangtuaku, dan akhirnya aku terpisah jauh dari mereka.
Aku mencoba mencari mereka dan tidak menemukan. Akhirnya aku menangis, hingga pihak swalayan mendatangiku dan berkata, “Mama kamu namanya siapa?”
Dengan polosnya, aku menjawab, “Aku gak punya Mama!”
Lalu petugas swalayan itu bertanya padaku, “Datang ke sini tadi sama siapa nak?”
Aku menjawab, “Sama Ayah dan Ibu…”
Mungkin petugas swalayan tadi setengah kesal, kendati petugas memanggil nama orangtuaku di pusat informasi, dan berharap mereka akan segera menjemputku.
Dan aku diketemukan oleh orangtuaku. Kami berpelukan dan aku makan siang chineese food di mall itu.
Apakah pengalaman itu penting? Ya sangat penting. Karena di sini kita belajar bahwa kemampuan komunikasi harus ditanamkan sejak kecil. Karena saat kecil kemampuan emosional dan problem solving ku sangat rendah, aku cenderung menangis sampai ada orang yang datang menghampiriku.
Apakah pengalaman ini menyakitkan? Tentu saja, pengalaman ini membuat aku terkadang takut untuk ditinggal dan dibiarkan sendiri.
Apakah pengalaman ini menyenangkan? Saat bagian aku sudah bertemu orangtuaku dan kita makan bersama, tentu saja menyenangkan.
Mengenali Kenangan Emosional
Masa-masa paling berkesan adalah masa kanak-kanak. Di masa inilah emosi-emosi dasarku terbentuk. Aku jadi bisa merasakan sesuatu karena aku sudah melewati masa ini.
Namun, masa inilah yang membentuk rasa takut, amarah, dan kesedihanku. Aku mulai sadar, bahwa hal-hal aneh yang sulit dijelaskan di masa kini berasal dari masa lalu. Seperti aku takut ada orang yang meninggalkanku, dan takut akan ada orang yang membentak atau memukulku.
Menyelami masa lalu, berarti menyelami segala bentuk emosi, baik itu negatif atau positif.
Emosi yang ada ini, memberikanku suatu dorongan untuk lebih mengenali diri dan melakukan self-discovery.
Menciptakan Ruang untuk Refleksi
Saat aku merasakan sesuatu, setelah mengumpulkan puing-puing masa lalu, biasanya aku menuliskannya di lembar refleksiku.
Selain bertindak sebagai pelacak perasaan, refleksi juga semakin mendekatkanku kepada penemuan diri yang utuh. Mereka adalah petunjuk dari fragmen-fragmen masa lalu yang mudah terlupakan.
Penggunaan Terapi untuk Mengatasi Trauma dan Luka
Setelah aku putuskan diriku untuk pergi ke psikolog, aku menemukan lebih jelas gambaran diriku lewat terapi. Dan inilah salah satu keunggulan yang tidak bisa didapatkan dengan cerita kepada teman.
Cerita hanya menenangkan pikiran yang berkecamuk, sementara konseling bisa menghantarkan kita kepada penyembuhan batin.
Selama terapi, aku tidak hanya melihat alam bawah sadarku secara nyata. Tetapi aku juga mendengarkan mereka berteriak, menjerit, bahkan menangis. Aku bisa lebih berempati dan menyadari diri mereka.
Menggunakan Pengalaman Lalu untuk Pertumbuhan Pribadi
Masa lalu belum tentu mencerminkan masa depan. Tetapi dari masa lalu, kita bisa belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Masa lalu yang indah, adalah motivasi diri untuk selalu mengusahakan keindahan di setiap masa: masa kini dan masa depan. Sesulit apapun masalah yang dihadapi, sesuram apapun dunia yang ditinggali, jangan lupa untuk bahagia dan tersenyum.
Ketika kita belajar dari masa lalu, sebenarnya kita sudah satu langkah lebih maju dalam mengenali diri sendiri. Di situlah self-development dan self-discovery berproses.
Masa lalu adalah harta berharga kita, yang memiliki ingatan dan kesadaran yang utuh. Di sana tidak hanya terdapat pelajaran, namun juga misteri hidup. Mulai dari akar luka sampai inner child, semua hal bisa dijelaskan dengan mengulik masa lalu.
Mungkin, masa-masa itu sulit untuk dikenang, apalagi peristiwa buruk. Tetapi, kehadiran para Psikolog Klinis adalah untuk menenangkan diri kita, ketika reaksi-reaksi tidak nyaman mulai muncul.
Mungkin kita akan menangis keras, atau badan kita bergetar dahsyat. Namun itulah cara kita bisa keluar dari belenggu yang selama ini kita tanggung.
Untuk hidup, berarti untuk merasakan.
Karena rasa, adalah anugerah.
Di setiap masa, pasti ada rasa.
Rasa itulah yang membuat kita hidup setiap harinya.
Sudah merasakan apa kamu hari ini?
#30DWCJilid44 #Day7