Tentang Ketakutan dan Kecemasan

Rasa takut dan cemas itu lumrah di diri kita semua. Kamu dan aku, bahkan kita semua yang membaca tulisan ini pernah mengalami rasa takut. Takut setan, takut ujian, takut ditinggalkan, dan banyak alasan takut lainnya.

Demikian juga rasa cemas. Biasanya kita cemas akan sesuatu yang belum pasti terjadi. Semakin besar ketidakpastian, semakin besar kecemasan.

Apakah rasa takut dan cemas dalam diri kita semua valid? Ya tentu, setiap emosi yang kita rasakan valid adanya. Apa yang kita rasa, biasanya adalah cerminan diri.

Aku merasakan takut ketika ada ancaman dari luar. Misalkan, aku takut ujian ketika belum belajar. Yang menjadi ancaman bukanlah ujian, melainkan nilai yang jelek.

Aku merasakan cemas ketika ada hal yang tidak mudah aku pastikan. Misalkan, ada soal ujian yang belum pernah aku pelajari namun keluar. Aku cemas karena aku belum tahu apakah jawabanku benar atau salah. Sehingga nilaiku menjadi tidak pasti.

Dalam upaya pengenalan diri, apa sih yang membuat kita bisa lebih paham sumber rasa takut dan rasa cemas kita? Bagaimana sih cara mengatasi rasa takut dan cemas tersebut?

Identifikasi sumber rasa cemas dan takut

Cara paling mudah mengidentifikasi rasa cemas dan takut adalah dengan menuliskannya. Cobalah ambil selembar kertas di buku harian ataupun catatan kerja, dan menuliskan dalam bullet point hal-hal berikut:

  • Apa yang membuatku cemas / takut?
  • Mengapa aku merasakan cemas / takut?

Tuliskanlah secara jujur. Tuliskan untuk diri kita sendiri. Biasanya aku bisa menulis empat kalimat untuk mencari sumber cemas / takutku.

Pikirkan kemungkinan terburuk

Kalau kita seringkali menolak kemungkinan terburuk, maka solusinya adalah memikirkannya.

Lho kok bisa?

Bisa saja. Karena, dengan kita memikirkannya, kita bisa lebih siap jika hal itu benar-benar terjadi. Namun apabila tidak terjadi, maka kita akan lega. Tidak dibayangi trauma ataupun bayang-bayang rasa takut.

Maka tuliskan di buku jurnal kita sebagai berikut.

  • Apa yang terjadi apabila rasa ketakutanku benar-benar terjadi?
  • Apa hal yang ditakutkan atau hal paling ngeri dari kejadian tersebut?
  • Konsekuensi apa yang harus aku tanggung?

Kesiapan dimulai sebelum terjadinya bahaya, bukan ketika bahaya sudah terjadi. Ketika kita merasakan cemas, otak kita cenderung menangkap hal-hal negatif dari luar. Hal-hal negatif itu bisa terjadi, bisa juga tidak.

Kita tak bisa menahan otak untuk tidak menangkap gelombang tersebut. Kita juga tidak bisa untuk menolak semua rasa tersebut. Kita hanya bisa meredamnya dan meminimalisir dampaknya.

Contoh nyatanya adalah, biasanya aku mencoba untuk bercakap atau berbicara pada orang lain mengenai rasa takut dan cemasku. Biasanya setelah bercerita, aku menjadi lebih tenang dan siap jika hal itu benar-benar terjadi.

Kesiapan menghadapi ketakutan dan kecemasan kita

Seberapa siap kita jika hal itu benar-benar terjadi?

Hal inilah yang kita tulis di buku harian atau jurnal pribadi kita. Tuliskanlah dari skala 1-10, seberapa siap kita jika rasa takut maupun cemas kita terwujud pada suatu kejadian buruk.

Apakah kita benar-benar siap? Jika belum, apa yang akan kita lakukan?

  • Langkah Preventif : apa yang bisa kita lakukan untuk bisa mengurangi dampak buruk tersebut.
  • Langkah kuratif : apa yang kita lakukan apabila dampak buruk tersebut sudah benar-benar kejadian.

Marilah kita kembali menerima rasa takut dan cemas kita. Karena sesungguhnya emosi-emosi tersebut, kendati tidak nyaman untuk dirasakan, adalah anugerah Tuhan.

Dengan menerimanya, kita punya mekanisme tertentu untuk mengatasi ketidakpastian atau ancaman dalam hidup kita. Hidup lebih terkendali, dan hati juga lebih happy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *