30 hari menuju self-discovery

Setelah menjalani self-discovery, aku terkesan dengan hidup orang-orang yang kuamati lewat layar kaca sosial media. Ada yang studi lanjut di luar negeri, ada yang sudah tunangan, ada yang menikah, ada yang punya momongan, dan ada yang mendirikan bisnis baru.

Tapi aku tidak iri, aneh bukan?

Bukannya sama sekali tidak iri, tetapi sudah tidak iri. Berarti sebelumnya pernah iri, dong?

Proses terbesar mengubah yang tadinya iri menjadi tidak merasakan iri, sebenarnya adalah perjalanan setengah tahun yang berat. Ada satu kata di sana yang penuh harapan dan membahagiakan:

Self-discovery, atau disebut penemuan diri.
Singkatnya, aku telah menemukan diriku sendiri.


Prestasi terbesar di 2023 yang kulakukan, adalah, aku menemukan diriku melalui kunjungan ke Psikolog. Itu sebabnya aku tidak iri dengan progress hidup orang lain, karena aku sudah mengetahui siapa diriku dan apa yang akan kulakukan.

Untuk tidak merasakan iri dengan progress hidup orang lain, kuncinya adalah satu konsep yaitu:

Mereka semua adalah rekan seperjuangan, bukan pesaing apalagi musuh.

Tadi aku menyebutkan sesuatu: kunjungan ke Psikolog. Apakah aku terkena gangguan jiwa?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, aku akan menjelaskan latar belakangku dan alasan di balik semua cerita.

Frustrasi dalam menghadapi tekanan berat di kantor

Kala itu, statusku masih kontrak dan aku belum diangkat menjadi karyawan tetap. Aku sering pulang jam sembilan malam, bahkan terkadang pulang jam 12 malam untuk menunjukkan loyalitasku pada perusahaan.

Aku yakin dan percaya, aku bisa melewati ini semua dan berhasil diangkat menjadi karyawan tetap.

Hanya saja, saat itu rasa khawatirku melebihi rasa percayaku. Sehingga aku cenderung mengalami perubahan emosi dan karakter ketika aku kelelahan.

Aku melampiaskan amarahku pada orang-orang di sekitarku.

Usut punya usut, ternyata amarahku tidak keluar begitu saja, melainkan disebabkan oleh akumulasi tekanan terus menerus. Tanpa sengaja aku menciptakan “drama” bagi kehidupan orang-orang di sekitarku.

Bukan cuma itu, aku sempat mengalami…

Disorientasi hidup dan menyadari arti self-discovery

Aku sempat hilang arah dalam hidup ini.

Bingung mau jadi apa,
Mau ngapain aja.
Mau ke mana.

Sempat tak bertujuan, aku sempat habiskan waktuku di hidupku untuk main-main, senang-senang, dan menghamburkan uang.

Sampai di suatu titik kehidupan, aku mulai bertanya pada diriku:

Sampai kapan mau begini terus?

Sadar akan semuanya, aku tidak bisa hidup dengan cara seperti ini, hingga aku:

Eksplorasi minat dan bakat

Aku mulai menekuni hobi lama: berolahraga Muay Thai, menggambar sketsa di atas kertas, menulis puisi, dan bernyanyi di cafe. Aku melakukan itu semua untuk menggali semua potensi diri.

Tak jarang, aku memamerkannya di media sosial guna mendapatkan pengakuan.

Ini tidak salah, karena motivasiku adalah diakui dan diberikan penghargaan. Yang salah adalah: aku berhenti melakukan hobbyku ketika aku tak mendapatkan validasi.

Sehingga aku putuskan untuk konseling ke Psikolog, karena…

Psikolog berperan dalam perjalanan self-discovery

Semula kukira, peranan psikolog hanya sebagai “teman cerita” atau tempat berkeluh kesah.

Hingga di suatu titik, aku berdiskusi kepada rekan kerjaku, bahwa psikolog lebih dari sekedar itu. Mereka mampu untuk mengamati, menganalisa, dan menilai perilaku serta unsur psikis kita.

Aku yang semula ragu, menjadi mau dalam memaksimalkan potensi diri.

Ternyata, aku punya kemampuan untuk menyelesaikan terapiku dalam kurun waktu 3 bulan: Mei-Juli 2023.

Diketahui bahwa aku sendiri punya…

Isu emosional dan trauma

Tak heran, isu trauma masa lalu yang menjadi penyebab.

Hal inilah yang menjadi sebab dari semua amarah, semua watak yang sulit dijelaskan, dan semua tangis yang mendadak keluar.

Di setiap hari, siang dan malam, trauma itu berkeriapan, menunggu saat dia “keluar” dari sarangnya.

Aku sendiri berharap, traumaku tidak menimbulkan suatu masalah, yang merepotkan banyak pihak.

Sehingga, aku datang ke psikolog dengan…

Tujuan dan harapan yang jelas

Saat itu, sekurang-kurangnya aku menemukan tiga buah tujuanku mendatangi psikolog:

  1. Ingin lebih kenal dan sayang dengan diri sendiri.
  2. Mau menggali dan mengerahkan semua potensi diri.
  3. Ingin hidup di tengah-tengah masyarakat dengan batasan sosial yang sehat.

Harapannya, aku bisa menemukan diriku secara utuh, yang mana aku tahu cara harus merespon trauma dan kenangan buruk itu.


Disinilah ceritaku dimulai.
30 hari menuju self-discovery adalah bentuk ekspresi sekaligus rekapitulasi dari perjalanan jiwaku dalam menemukan diri.

Simak diriku bercerita selama tiga puluh hari penuh.


#30DWC #30DWCJilid44 #Day1

Bermain dengan Fisika

Saya teringat suatu peristiwa pada Agustus tahun 2003. Saat itu, saya yang baru berusia 6 tahun sangat ingin kado: buku Fisika Itu Asyik karangan Yohanes Surya Ph.D. Saya meminta ayah saya untuk membelikannya.

Ketika itu, sedang ada teman ayah yang juga merupakan guru SMP dari tempat ayah bekerja: Ibu Ani. Beliau menanyakan terkait bidang ilmu kesukaan. Jujur saja, saya tertarik pada ilmu Fisika dan saya ingin punya buku Fisika Itu Asyik.

Hari ulang tahun tiba, tanggal 9 Agustus 2003. Betapa terkejutnya saya ketika Ayah pulang membawa paket dari kantor. Saya semakin penasaran dan langsung merobek bungkusnya. Saya masih ingat, bungkusnya warna cokelat dan ada tulisan: untuk Damar.

Ternyata isinya adalah buku Fisika Itu Asyik! Wow, akhirnya saya punya buku itu. Saya tertarik untuk langsung membaca dan mempraktekkannya.

Berbagai konsep saya terapkan dengan benda-benda sederhana: balon, sisir, sedotan plastik, karet gelang, pensil, penggaris, dan juga es batu. Saya paling ingat suatu eksperimen yang konsepnya adalah gaya hidrostatis cairan dalam sedotan.

Dalam eksperimen itu, saya bermain dengan sedotan yang saya gunakan untuk minum es jeruk di warung pecel lele Cak Eko. Setelah saya minum, saya langsung mengaplikasikan konsep gaya hidrostatis cairan dengan prinsip perbedaan tekanan.

Saya mengambil sedotan, mencelupkannya ke dalam gelas kira-kira setengah tingginya. Lalu saya coba tutup bagian atas sedotan dan mengangkatnya ke udara.

WOW! Bukan main saya terkejutnya melihat peristiwa di depan saya. Ternyata memang benar, air dalam sedotan terangkat hanya dengan menutup salah satu ujungnya. Air itu benar-benar tidak jatuh ketika saya mempertahankan ujung atas sedotan benar-benar tertutup.

Belum juga puas, saya beralih kepada praktikum lain. Kali ini adalah tentang statika benda tegar. Apakah benar kita tidak bisa menumpuk lebih dari empat buku yang disusun seperti anak tangga di ujung meja?

Sepulang dari Cak Eko saya menata buku dan menyusunnya membentuk anak tangga di ujung meja belajar. Buku satu saya tata, kedua, ketiga, keempat. Apakah benar konsep di buku ini bisa dipraktikkan?

Ternyata benar saja buku keempat yang saya taruh membuat serangkaian buku terjatuh. Ketika bunyi berdebam dan fenomena yang saya lihat secara visual terjadi, saya melonjak kegirangan.

Saya kegirangan sekaligus terkejut. Ternyata konsep statika benda juga bisa terjadi pada proses yang ada di keseharian. Saya pikir ini sulap belaka, ternyata merupakan konsep nyata yang langsung bisa dipraktikkan.

Praktikum ketiga yang saya coba adalah menggabungkan dua buah es batu. Saya mengambil dua buah es batu dari dalam kulkas dan menekannya. Es batu meleleh dan anehnya, ketika mau saya pisahkan es batu sulit terpisah. “Ajaib,” begitu kata-kata saya yang keluar dari mulut ketika dua percobaan tersebut bisa dipraktikkan.

Hal ini karena tekanan menaikkan suhu benda. Pada saat saya menekan es batu, es menjadi cair. Ketika tekanan saya lepaskan maka bagian es yang masih padat menurunkan bagian cair tersebut dan menyatukan kedua buah es batu.


Hari-hari selanjutnya saya mencoba mempraktikkan hal lain yaitu konsep perpindahan panas, konsep kesetimbangan fisika, dan konsep optika. Fisika adalah teman saya. Meskipun saya belum mampu membuat lab fisika sendiri, saya senang melihat fenomena fisika di ada di keseharian.

Sejak ulang tahun ke-6, saya merubah cara pandang terhadap dunia. Hari-hari ke depan adalah hari eksperimen. Saya bermain dengan fisika dan semakin akrab. Saya rasa, pembelajaran bisa lebih efektif dengan banyak praktik dan latihan.

Saya percaya, suatu hari nanti saya menjadi seorang ilmuwan, yang memberi sumbangsih bagi ilmu pengetahuan dan dunia. Saat inipun saya juga menerapkan konsep fisika di tempat kerja saya sebagai engineer produksi.

Fisika itu menyenangkan. Terima kasih Ibu Ani, terima kasih guruku, dan terima kasih fisika!

Berkat kalian, saya mencintai profesi saya dan fenomena yang terjadi di dunia.

(Tulisan spesial Terima kasih Guruku: Day 27)

#30DWC #30DWCJilid39 #Day27

Tradisi Makan di Rumah: Lebih Higienis dan Lebih Sehat

Makan di rumah bukan hanya suatu formalitas belaka ketika orang tua atau istri meminta untuk pulang cepat.

Makan di rumah adalah suatu pola hidup sehat, di mana makanan yang dimasak terjamin bahan, proses, dan produknya. Selain itu kita bisa mendapatkan makanan higienis.


Kembali teringat suatu peristiwa pada 2013. Hari di mana saya pulang sekolah setelah belajar kelompok. Saya mampir dulu di warteg karena perut terasa lapar. Saya ingat waktu itu saya makan telur balado dan sambal goreng kentang. Sesampainya di rumah, saya langsung ditawari makan oleh ibu. Respon saya adalah penolakan. Saya kenyang dan ingin langsung tidur setelah mandi.

Sore harinya saya makan dan memprotes bahwa masakan sudah dingin. Saya mencak-mencak ketika ibu menyalahkan saya pulang lambat. Bagi saya saat itu, ibu tidak benar mempersalahkan anaknya yang pulang sore demi kebaikan akademik saya.

Termenung dalam sedih karena pertengkaran yang tidak perlu baru saja meletus, saya merefleksikan segalanya. Sebagai anak, makan di rumah adalah fasilitas nomor satu dari seorang Ibu yang jago masak. Bukan cuma itu, masakan ibu juga masakan paling lezat di seluruh dunia, dibandingkan kualitas resto yang tentunya mahal namun belum tentu enak. Sore itu saya berakhir meminta maaf kepada ibunda sebelum hari berganti malam.


Diri saya yang sekarang termenung apabila mengingat peristiwa itu. Rasanya konyol melihat diri saya yang kecil lebih senang untuk makan di luar rumah ketimbang makan masakan di rumah. Bila di luar rumah makanan bisa tercemar lalat, tikus, kecoa, dan debu-debu jalanan, maka makanan rumah pasti terjaga kebersihan, kualitas, dan higienitasnya. Nikmat apalagi yang kamu dustakan?

Makan di rumah itu baik, karena selain menyenangkan hati orang yang memasakkannya, pola hidup sehat terjamin. Di rumah, masakan yang higienis bisa terjamin. Bahan baku yang dicuci dengan baik dan dipanaskan pada suhu yang tepat. Proses yang higienis menggunakan alat-alat yang sudah dicuci. Dan disajikan di piring makan yang baik di atas meja makan yang terbaik.

Tidak perlu khawatir ada lalat, tikus, atau kecoa masuk ke makanan, karena Ibunda sudah menghindarkan bahaya makanan tersebut agar tidak meracuni orang-orang yang memakannya. Dijamin sehat, higienis, bermutu, dan tentunya kenyang alias nambah terus.

Budaya makan di rumah sampai saat ini masih menjadi keunikan tersendiri di keluarga saya. Inilah alasan mengapa saya pasti pulang ketika pergi jauh untuk waktu yang lama. Sebulanpun saya pulang minimal satu kali. Rasanya sulit untuk hidup dengan makanan yang higienitas nya belum tentu terjaga. Padahal Ibunda di rumah telah menyediakannya.

Bukan hanya higienis, sehat, dan berkualitas. Masakan rumah juga terdapat cinta sang ibu di dalamnya.

Kamu yang jauh dari ibu, sudah pulang untuk makan masakan rumah belum?

Orang tua -Sebuah Kompleksitas Luka Dan Cinta

Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita dilahirkan.

Sesungguhnya, kehidupan itu sendiri adalah anugerah. Dan hadirnya orang tua sebagai sosok diri pertama saat kita lahir juga anugerah.

Bila Anda membayangkan hidup bersama orang tua selama dua puluh lima tahun, tentu bisa dikatakan menyenangkan. Ada saat-saat bisa bermanja-manja dan merasakan cinta mereka secara nyata. Namun ada saat-saat khusus yang membuat saya selaku anak ingin menjaga jarak sedikit dari orang tua.

Lewat berbagai situasi: merantau, perjalanan dinas, main ke rumah teman, pertukaran pelajar, dan kerja praktek memisahkan saya dengan Ayah dan Ibu. Harus saya akui, perpisahan ini tidak mudah. Pada dasarnya saya dan ibu (terutama) memiliki ko-dependensi yang kuat. Ibu saya tidak memiliki semangat hidup yang sama ketika ada saya, dan saya juga memiliki lebih banyak masalah ketika jauh dari ibu. Ayahpun begitu, ketika saya jauh dari ayah lebih banyak masalah yang sulit untuk bisa saya selesaikan karena memang pelajaran kehidupan yang berat. Ketika dekat dengan Ayah, saya bisa meminta saran dan berbagi banyak hal.

Di saat yang sama, saya menikmati saat-saat jauh dari orang tua. Agar luka mereka atau sisi lain diri mereka tidak memberi efek yang berdampak bagi kesehatan mental saya. Di sinilah saya membuat tembok pembatas yang tinggi dan menikmati kesendirian saya, sebagai anak tunggal.

Orang tua, kompleksitas luka dan cinta. Mereka tetap mencintai meskipun di saat yang sama juga melukai. Dalam kasus khusus, cinta mereka tidak bisa ditawar-tawar dan harganya sangat mahal. Ibu saya sendiri tidak rela saya dimarahi dan dijatuhkan orang lain. Ibu saya juga tidak ingin saya menderita sakit, terbaring lama. Ibu ingin selalu merawat saya dan menjaga diri saya. Demikian juga dengan ayah, ayah tidak ingin saya kekurangan uang dengan mengirimkan uang saku dan menjamin dompet saya terisi.

Cinta mereka berharga, namun di saat yanng sama mereka juga hadir sebagai pembawa luka

Tentang luka yang dibuat orang tua

Sisi lain cinta adalah luka. Sebanyak-banyaknya kasih sayang nyata yang dilakukan mereka baik secara materil seperti uang saku, makanan, fasilitas dan moril yaitu perlakuan menyenangkan dan tempat curhat, tetap saja saya tidak bisa mudah melupakan luka yang dibuat. Terutama dari sosok Ayah.

Menjadi seseorang yang keras terhadap diri sendiri membuat saya sering menyalahkan diri ketika sesuatu berjalan di luar rencana. Pun begitu ketika saya tidak bisa memenuhi ekspektasi orang lain, saya juga merasa tak berguna. Ketika orang-orang lain berprestasi dan saya tidak berprestasi, saya pun juga merasa diri saya tak berharga.

Hal-hal yang menjadi didikan ayah: perjuangan, prestasi, tidak mau ambil jalan pintas, dan kebanggaan masih melekat dalam diri pria berumur 25 tahun ini. Bayang-bayang ayah akan hidup perjuangan ini masih menyertai, setidaknya dalam setiap tugas yang saya kerjakan. Itu menjelaskan mengapa saya memaksakan diri. Kerja di atas jam kerja normal, masih bangun tengah malam untuk memikirkan ide tulisan, dan bangun pagi-pagi sekali agar tidak kesiangan.

Jujur saja, sulit melepaskan ayah dari hidup saya. Kendati ayah saya tiada suatu hari nanti, nama ayah akan tetap saya ingat dan begitu pula perjuangannya. Di mana ada perjuangan, di sana ada sosok ayah yang menyertai. Apakah saya adalah didikan yang berhasil? Rupanya tidak juga. Karena di satu sisi mental saya juga hancur ketika mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan padahal saya sudah berusaha keras. Saya hanya ingin dihargai, dihargai oleh ayah dan ayah-ayah kecil yang ada dalam diri orang lain di dunia.

Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita dilahirkan

Dulu saya pernah mendengar lelucon seperti ini: “Tempat pensil itu isinya bukan cuma pensil tapi penghapus, rautan, pena, dan penggaris bahkan. Sama seperti cinta, kalau dibilang cinta ya isinya bukan cuma cinta dan sayang, tetapi pengkhianatan, rasa sakit, pengorbanan, kehilangan, dan luka-luka.”

Apabila analogi yang sama diterapkan untuk orang tua, maka cinta orang tua tidak hanya diartikan cinta secara moral dan materil, namun juga penyesalan mereka, luka batin mereka, masa lalu, kekhawatiran, dan harapan. Dari perlakuan mereka yang tidak mengenakkan, orang tua juga manusia. Mereka punya sisi lain kehidupan yang menyertai bayang-bayang hidup kita.

Orang tua kita di zaman dahulu tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai luka batin, inner child, penyesalan, dan tentang perilaku keras yang dilakukan kepada kita. Mereka tidak bermaksud memberi luka pada kita. Selain itu, mereka akan menyesal di hari tua apabila kita tidak memberikan pengampunan yang tulus dan ikhlas.

Banyak muda-mudi rekan kerja saya yang merantau jauh dari orang tua mereka dan nyaman untuk tidak pulang. Bagi mereka, saat-saat jauh dari rumah adalah saat yang menyenangkan. Karena mereka bisa terbebas dari bentakan sang ayah, omelan sang ibu, sikap menggurui ayah dan ibu, serta sikap menghakimi sang ibu. Mereka ingin memberikan pelajaran bagi orang tua mereka, apa rasanya hidup tak dihargai.

Hal ini berdampak negatif, karena di hari tua, orangtua akan menyesal terhadap tingkah laku dan perbuatan mereka kepada anaknya. Anak pun begitu, akan menyesal ketika sudah kehilangan orang tua mereka.

Bagaimanapun juga, kita tidak bisa memilih dengan siapa kita dilahirkan. Sifat ayah dan ibu itulah yang membentuk kita. Jadi bagaimana sekarang kita harus berbuat?

Penerimaan diri. Penerimaan bahwa kita sudah diberikan orangtua dengan segala sifatnya. Apa yang kita miliki sekarang adalah anugerah, dan masa lalu adalah pengalaman. Mengolah sejarah kehidupan adalah kunci untuk bisa hidup menata masa depan.

Orang tua tetaplah pribadi dengan kompleksitas luka dan cinta. Kita tidak bisa memisahkan sifat buruk mereka dalam diri. Yang kita perlu perbuat adalah hidup berdampingan dan kalau bisa menyadarkan akan apa yang mereka perbuat.

Atau mereka dan kita yang akan menyesal di kemudian hari… Saya rasa itu tidak akan terjadi bagi kita yang dibekali literasi lengkap dan pengalaman yang utuh.

Sanggupkah kita untuk bisa menerima orang tua kita?

Pengalaman Makan Ayam Bumbu Pedas Buatan Ibu

Ayam bumbu pedas disebut atau disebut spicy chicken adalah ayam goreng yang telah diberi bumbu yang dimarinasi. Lezatnya bumbu pedas gurih yang berpadu dengan renyahnya daging ayam membuat lidah saya tergoda dan selalu ingin nambah lagi dan lagi. Saya teringat ketika ibu membuatkan saya bekal ayam bumbu pedas ini.

Pagi-pagi sekali ketika saya masih SMA ibu bangun membuatkan bekal. Membawa bekal adalah kebiasaan yang masih ada dari SD hingga SMA. Kala itu saya berangkat menggunakan motor.

Malam sebelumnya ibu saya memotong ayam dan merendamnya dalam bumbu pedas marinasi yang dimasukkan ke kulkas. Marinasi lebih disukai pada kondisi dingin karena kelarutan bumbu dalam suhu rendah sangatlah rendah sehingga bumbu mudah meresap pada ayam.

Pagi hari ketika bangun dari tidur ibu saya sudah memindahkan ayam ke luar kulkas dan siap untuk digoreng. Begitu saya selesai mandi, ibu tengah menggoreng ayam bumbu pedas ke minyak panas. Warna merah kecoklatan membuatnya semakin sedap, apalagi disertai aroma bumbu yang gurih dan menusuk hidung. Aroma sedap inilah yang membuat saya semakin ingin melahap ayam tersebut.

Sarapan pagi tiba, ayam yang masih mengeluarkan uap panas dimakan dengan nasi hangat. Saya makan dengan lahap dan berharap bisa menambah porsi. Ibu mengatakan kalau kurang masih ada ayamnya di dapur. Akhirnya saya makan lagi satu potong dada ayam bersama nasi.

Kenikmatan belum juga berakhir di sana, ayam bumbu pedas masih bisa dinikmati di istirahat pertama sekolah. Ayam bumbu pedas nampak dari kotak makan yang telah dibuka pada saat jam istirahat. Teman-teman yang ikut makan bersama-sama dengan saya penasaran dan ingin mencobanya. Saya memberikan secuil ayam yang saya sisihkan tersebut untuk teman-teman makan.

Walaupun masih dingin, itu sama sekali tidak mengurangi kenikmatan makan ayam bumbu pedas. Ayam masih bisa dinikmati bersama dengan nasi dan tentunya dengan porsi yang banyak pula. Saya dan teman-teman makan lahap dan gembira.

Hal yang berkesan dari pengalaman makan ayam bumbu pedas buatan ibu adalah, kelezatan bumbu ayam tidak hanya berhenti di permukaan ayam saja, namun juga meresap ke kedalaman daging ayam. Selain itu kulit yang biasanya tidak aku sukai menjadi 2x lipat lebih lezat karena konsentrat bumbunya semakin pekat di kulit ayam pedas. Maka dari itu dalam kondisi dinginpun ayam bumbu pedas buatan ibuku masih sangat lezat dan enak.

Bumbu ayam yang lezat masuk ke dalam daging, membuat saya ingin menambah lagi dan lagi. Inilah kelezatan ayam yang tak tergantikan dengan ayam masakan yang lain. Di mana rasa bumbunya masih bisa dirasakan ke kedalaman ayam.

Ibuku selalu mengatakan bahwa menu buatan Ibu akan selalu terkenang, bahkan ketika ibu sedang jauh dari saya. Saya selalu rindu ketika ibu membuatkan masakan seperti ini. Inilah alasan saya untuk pulang ke rumah meskipun saya sudah merantau dan jauh dari orangtua.

Kehidupan Pasca Resign

Beberapa teman masih menanyakan bagaimana rasanya menjalani kehidupan yang sekarang: pekerjaan, sosial, dan hobi. Ini dia jawaban lengkapnya.:

Tak berbohong. Hidup ini adalah hidup yang benar-benar aku idamkan dan aku sangat bahagia :).

Bahagia lahir dan batin, luar dan dalam.

Bahagia yang benar-benar bahagia meliputi aspek pekerjaan, hobi, dan hubungan sosial.

A. Pekerjaan

Kalau ditanya bagaimana pekerjaannya, secara job desc tidak terlalu berbeda dengan kantor lama. Tetapi secara suasana hati dan perasaan: wonderfully satisfying!
Everyday it’s a whole new world to explore!

Aku bisa bebas berekspresi dan mengutarakan pendapat sebagai Idea Generator. Think tanker, dan tentu saja Solution maker.

Secara reaksi kimia, sangat nano-nano karena melibatkan Benzene Ring yang tentunya kesukaan aku banget. Secara proses design juga banyak ragam unit operation, terutama karena kita bermain dalam tiga fasa (Gas, Solid, Liquid)

Senang bisa kerja sesuai passion di lingkungan yang sehat secara organisasi maupun budaya kerjanya. Di mana bisa tidur lelap, cukup, dan tidak merasa Senin pagi adalah teror dan mimpi buruk yang tidak berkesudahan.

Selalu ingin kembali ke kantor dan merasa sedih ketika harus pulang kantor. Biasanya aku datang pagi-pagi sekali untuk menghirup segarnya udara Cileungsi (dua bulan pertama) dan Baturraden (saat ini), dan pulang kala senja telah terbenam untuk menghindari kemacetan.

B. Hobi

Senang karena bisa nulis rutin dan konsisten tiap harinya (saat inipun saya masih menulis di depan layar ponsel saya ). Bisa menemukan dunia baru lewat tulis menulis, ikut Certified Impactful Writer, kursus SEO, dan kelas menulis lain.

Aku juga sedang merancang buku nih hehe. You will find out later 🙂

C. Sosial

Senang sekali karena bisa dekat dengan rekan bisnis, rekan diskusi, rekan belajar, keluarga, teman masa kecil, teman kuliah, dan dosenku 🙂

Bisa mengunjungi mereka satu-satu adalah anugerah terindah dalam hidupku. Apalagi tanpa takut jarak memisahkan karena ada kereta dan bus yang menghubungkan pulau Jawa tercinta.


Dalam konteks penyembuhan, kadang masa-masa tidak mengenakkan terus menghantui pikiran dan mengusik malam-malam. Kendati begitu, tanganku kugenggam erat pada waktu yang kumiliki saat itu.

Tuk mengusir gelapnya masa lalu dan kenangan suram tentunya membutuhkan satu keberanian.

Keberanian untuk menjadi pemegang kunci pintu masa depan gemilang yang tentunya adalah harapan semua orang.

Hanya satu senyuman yang kuberikan saat aku menutup hari, tentunya membuatku lebih nyaman. Aku percaya semua hal buruk yang kupikirkan tidaklah nyata.


Kamu pun juga bisa melakukannya,
Untuk hidup di hari ini dan menjadi seperti kata Ardhito Pramono dalam lagunya

“Mencoba menjadi bahagiamu sendiri”

Apakah kamu sudah bahagia dengan kehidupanmu yang sekarang? Atau kamu sedang mencari bahagia versi dirimu sendiri?

#30DWC #30DWCJilid39 #Day20

Kutipan Seorang Teman

Jika kehidupan adalah buku, maka perkataan orang-orang dalam hidupmu bisa jadi kutipan.

Jika kehidupan adalah lembaran buku, maka cerita orang-orang dalam hidupmu akan jadi kisah manis yang tak terlupakan.

Mengingat kembali beberapa saran, wejangan, dan pujian teman adalah cara untuk menghargai eksistensi mereka di dalam kehidupan. Bukan hanya membuat nama mereka terkenang dalam sejarah, kamu juga menempatkan mereka dalam posisi yang spesial di hatimu. Dengan demikian, kamu bisa memiliki buku kehidupan yang terdiri dari beberapa kisah klasik.

Kutipan itu tidak harus muncul dari orang-orang hebat, namun juga dari yang terdekat. Coba ingat kembali apa yang dikatakan teman-teman kamu saat kamu putus asa. Mereka yang menyemangatimu dan membuatmu berdiri di tempat ini, patut memiliki jasa.

Misalkan, ada kutipan seperti ini:

“Either you success or you learn, the best is yet to come”

Yang artinya

“Baik sukses ataupun belajar, bagian terbaik akan datang”

Atau kutipan saat kamu ingin mendekati lawan jenis:

“Tidak ada cinta yang salah, yang ada hanyalah keputusan yang salah”

Kamu tetap bisa terus dan terus mencintai, tanpa takut patah hati atau dilecehkan. Karena tidak ada cinta yang benar-benar salah.

Atau mungkin tentang perubahan yang terjadi pada orang-orang di sekelilingmu:

“Tiada yang abadi selain perubahan”

Kamu tetap bisa percaya bahwa perubahan itu ada dan tidak bisa dihindari. Sehingga kamu tidak bisa memaksa orang lain untuk tetap sama.

Contoh kutipan itu bisa kamu patri dalam benakmu, atau kamu tulis di buku catatan.

Dengan mencatat kutipan teman, kamu bisa mengingat mereka dan merasakan kehadiran mereka, meskipun mereka sedang tidak ada.

Kamu juga bisa membuat kumpulan kutipan kawan versi dirimu sendiri. Dengan begitu kamu bisa merasakan dampak terbesar dari lingkungan pergaulanmu dengan pertumbuhanmu. Kamu juga tetap ingat dengan bantuan moral mereka yang tidak bisa dikuantifikasi dengan harta benda.

Uniknya lagi, kamu bisa membagikan kutipan itu sebagai hadiah / motivasi untuk orang lain. Dan kamu juga bisa membuat kutipan versi dirimu sendiri. Dengan demikian, kamu dapat memberikan hadiah terindah kepada orang lain yang tidak ada di took manapun.

Sudahkah kamu bersyukur atas kehadiran teman-temanmu di dunia ini?

Sesimpel kamu menuliskan apa yang mereka katakan, maka kamu akan mensyukuri kehadiran mereka, bahkan ketika mereka tiada.

Tulisan dan Manajemen Keuangan

Berniat nabung, malah uangnya gak ketampung. Berniat hemat, malah melarat. Ingin kaya, tapi kesulitan mengatur biaya.

Siapa di sini yang relate hayo?

Enggak apa-apa, jika kamu menyadarinya sekarang artinya belum terlambat menyadari hal ini. Maka yuk kita belajar manajemen keuangan dengan cara membuat tulisan. Lho, memang apa sih manfaatnya?

Memiliki Tujuan Keuangan yang Jelas

Memiliki tujuan keuangan berarti memiliki masa depan yang kamu inginkan. Apakah kamu mau hidup sederhana, mewah, atau berkecukupan? Kamu bisa memilih dan menetapkan tujuan keuangan kamu apa saja. Untuk menikah? Beli rumah? Beli Mobil?

Kamu dapat menuliskannya seperti ini:

“Saya akan membeli rumah seharga 1 Milyar dalam 5 tahun ke depan. Uang yang terkumpul saat ini sebesar … “

Kamu bisa mencatat berapa poin secara terpisah. Ditambah lagi, kamu bisa menuliskannya di sticky notes fisik, sticky notes PC, dan notes catatan kamu. Kamu bisa melaporkan berapa nominal yang terkumpul dan apakah sudah mencapai Goal/ Tujuan keuangan atau belum.

Dengan begitu kamu dapat membuat self-reminder buat diri kamu sendiri. Tidak hanya mengingatkan kamu bahwa kamu punya tujuan keuangan, tetapi kamu juga dapat memantau progressmu secara berkala. Ini juga menjadi motivasi agar kamu dapat lebih disiplin mengelola uang.

Lebih Konsisten

Knowledge is power, consistency is the key.

Kamu akan lebih konsisten dalam mengelola keuangan kamu. Bukan hanya sekali-dua kali. Tapi kamu akan membiasakan mencatat hal-hal yang kamu lakukan dalam jurnal keuangan kamu. Kamu juga bisa menuliskan kendala dalam menyimpan uang / nabung, investasi, maupun mengurangi pengeluaran yang tidak perlu.

Misalkan aku mencatat berapa banyak pengeluaranku berupa makanan, kelas online, maupun biaya buku. Aku akan mengetahui apakah aku sudah efektif mengelola uang atau belum dari sana. Dengan begitu aku akan lebih menghargai uang karena aku memantau pengeluaranku.

Selain itu, aku juga bisa mencatat siapa saja orang yang kupinjami uang atau kuhutangi (yang seharusnya tidak boleh ada). Aku harus disiplin untuk meminta orang yang meminjam mengembalikan ataupun tidak membuat hutang sama sekali, meskipun itu dengan teman yang sudah dekat dan terbiasa.

Cara pencatatan nya misal seperti ini:

“Total Hutang : … “

Total Piutang: …

Pengeluaran Harian: …”

Banyak format yang bisa kamu lakukan. Kamu bisa menuliskannya di diary/jurnal, di aplikasi pencatatan keuangan, atau di notes online/digital kamu sendiri.

Lebih Membuatmu Sadar Diri Sendiri

Banyak aplikasi pencatatan keuangan modern berbasis aplikasi Smartphone Android saat ini. Tetapi aku pribadi masih menyukai jalan jurnaling sebagai media perantara pencatatan keuangan, sebelum aku memindahkannya. Kenapa?

Sadar atau tidak, pencatatan keuangan tanpa adanya evaluasi sama saja. Kamu bisa mencatat pengeluaran kamu tetapi kamu belum tentu mengingatnya. Bisa jadi kamu tidak sadar melakukannya.

Sudahkah kamu melakukan investasi untuk dirimu sendiri? Minimal leher ke atas alias kepala. Apakah kamu sudah menyadari bahwa seluruh tubuhmu adalah anugerah dari Allah?

Aku sendiri terkadang menulis sambil mengamati, pengeluaran terbesarku untuk apa. Terkadang aku boros di gadget, terkadang aku boros di self-dev dengan buku-buku dan kelas online, dan terkadang aku boros di makanan. Sebenarnya tidak masalah mau boros di aspek manapun. Asalkan kita bertanggungjawab dengan apa yang kita keluarkan.

Karena mencari uang adalah hal yang susah, maka kamu harus bisa bertanggungjawab dalam setiap rupiah yang kamu keluarkan. Apakah kamu sudah menghargai makanan yang kamu beli, tanpa membuangnya? Apakah kamu sudah membaca semua buku yang kamu beli, mengikuti semua kelas online tanpa diskip-skip? Apakah kamu memakai gadget yang kamu punya atau sekedar gengsi semata?

Kamulah yang bisa menentukan, sebenarnya apa yang kamu butuhkan dalam hidupmu. Dengan demikian, kamu tidak akan sia-sia dalam mengeluarkan uang. Maka jalan yang dapat dilakukan adalah menulis. Bagaimana bisa?

Aku menggabungkan teknik journaling ini dengan manajemen keuangan. Caranya sederhana saja. Misalkan seperti ini:

Bulan ini, pengeluaran terbesar saya adalah di self development. Saya mengeluarkan uang sebesar Rp 2.000.000,- untuk kelas-kelas online yang saya ikuti karena saya ingin belajar banyak hal seperti Digital Marketing dan Content Writing Padahal saya belum mengikuti kelasnya sama sekali. Yang sebenarnya saya perlukan adalah kelas Copywriting seharga Rp 300.000,-. Saya berjanji untuk mengalokasikan dana lebih bijak dalam self-development, dengan mengambil kelas yang pasti bisa saya selesaikan.

Tidak ada lagi yang bisa menyadarkanmu selain dirimu sendiri.


Nah, itu tadi adalah manfaat manajemen keuangan lewat tulisan sekaligus cara menerapkannya. Dengan begitu, kamu akan lebih bijak mengelola uang, sekaligus mempelajari pola-pola kamu dalam menggunakan uang.

Buat kamu yang masih berusaha mengelola uang, aku ucapkan selamat berjuang dan berusaha yah :). Aku akan mengakhiri tulisan ini dengan sebuah quotes

Impian itu tidak lahir dalam satu-atau-dua malam. Impian lahir dari kerja keras, konsistensi, kesadaran, dan komitmen yang dibangun selama berhari-hari, berbulan-bulan, dan bertahun-tahun.

Selamat berproses! 🙂

#30DWC #30DWCJilid39 #Day6

My Journey of Healing Through Consistent Writing

Melewati pengalaman penuh luka dan duka di mana kamu melihat dirimu disakiti,

Bukan hanya satu dua kali, namun berulang kali.

Rasanya… menyakitkan bukan?

Buat kamu yang sedang berjuang, melewati pengalaman itu, aku akan memberikanmu beberapa cerita mengenai pengalaman tulisan yang menyembuhkan…


Aku mengingat kembali suatu masa, ketika aku berada di sekitar orang-orang yang toxic. Saat itu, pekerjaanku sedang keras-kerasnya. Aku kelelahan, siang dan malam. Hubunganku dengan pasangan juga sedang renggang kala itu, sebelum perpisahan terjadi. Keluargaku juga sedang jauh, jauh di sana, di tanah halaman.

Aku sempat melarikan diri dengan mengambil banyak kesibukan. Pelayanan di Gereja, makan yang banyak, game, hobby di YouTube, bisnis, dan yang lainnya. Tapi itu semua hampa ketika aku tidak melakukan kesibukan apa-apa.

Rasanya aku ingin menghilang saja dari dunia ini.

Menghilang. Benar-benar menghilang dengan cara apapun. Tapi aku tidak sekali-kali memikirkan cara untuk menyakiti diri ataupun bunuh diri. Aku ingin menghilang saja.

Hingga aku duduk di kamar yang tenang, tanpa cahya selain lampu tidur.

Duduk di atas kursi di depan meja kayu. Hanya ada aku, bayanganku, dan laptop yang memutarkan music piano.

Kuambil buku tulis kosong yang belum pernah aku tuliskan. Aku membuka halaman kosong dan mulai menuliskan banyak hal di sana.

“Eh kamu, apa kabar mar?”

Aku mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan luwes.

             “Sehat. Kamu gimana kabarnya?”

             “Kurasa engga juga. Aku merasa ga begitu baik nih ☹”

            “Lho kamu kenapa?”

Saat itu aku bercerita kepada diriku sendiri. Aku menceritakan banyak hal, mulai dari rasa sepi yang aku alami, orangtua yang jauh di sana, kekasih yang hilang, dan segala rentetan peristiwa di pekerjaan yang membuatku menderita.

Saat aku mulai menceritakan soal kekasih yang hilang, ujung penaku bergetar dan aku berhenti sesaat.

Aku menulis tiada henti. Tangisku pecah dan aku terisak-isak.

Rupanya aku sedang tidak baik-baik saja. Aku mencoba untuk menghindari masalahku yang sesungguhnya dengan cara menyibukkan diri. Aku selama ini merasa sang kekasih yang salah dalam hubungan tersebut. Tetapi, saat itu juga aku menyadari banyak kesalahanku yang aku perbuat.

Tangisku terhenti ketika aku memutuskan untuk memaafkan diriku dan apa yang sudah terjadi.

Dan aku merasa lebih baik. Setidaknya untuk hari itu.

Kadangkala luka tersebut muncul, dengan banyak peristiwa serupa yang menjadi trigger/ pemicu dari luka itu. Dan aku harus berhadapan dengannya.

Aku, hingga saat ini masih sering teringat cara beberapa orang memperlakukanku secara tidak layak. Orang-orang kantor lamaku, teman lamaku, ayah sendiri bahkan. Terkadang luka itu muncul dalam bentuk kemarahan.

Aku ingat, aku pernah membanting pintu dan barang-barang karena teringat salah satu rekan kerja yang menyebalkan. Aku juga sempat membanting sepatuku hanya karena ingat pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu.

Memang tidak mudah untuk menyembuhkan diri sendiri, karena seperti pernah kuceritakan sebelumnya, banyak orang yang tidak mengetahui luka mereka di mana.

Luka muncul, mereda, timbul, merekah, mereda Kembali. Itu siklus yang tidak bisa dihilangkan secara instan. Bagaikan pusaran air, kita dapat memperkecil ukuran pusaran, sehingga hidup kita tidak berhenti di tempat.

Tetapi aku berusaha hidup berdampingan dengan luka itu, sehingga aku merasa nyaman dengan diriku sendiri. Saat aku merasa sedih karena teringat kejadian tidak mengenakkan, aku menuliskannya di selembar kertas atau media digital. Aku mencoba mengingat permasalahan itu di masa lalu dan menuliskan setiap detilnya.

Dalam upaya untuk meredam respon kemarahan ataupun tangisan, aku biasanya menulis. Sekecil apapun kesempatan. Seperti akan menunggu antrean atau menunggu teman datang.


Kamu juga bisa membudayakan untuk tetap menulis. Tulisan pendek atau panjang, kamu tetap bisa melakukannya, lho 😊.

Jangan ragu buat cerita sama dirimu sendiri. Karena kamu adalah sahabat terbaik bagi diri kamu sendiri.

Sudah cerita apa ke diri kamu hari ini? Kalau belum, yuk jangan sungkan-sungkan lagi sama diri sendiri 😊

#30DWC #30DWCJilid39 #Day5

7 Cara Mengenal Diri Lewat Tulisan Pribadi untuk Dunia Kerja

“Kamu mau makan apa, nasi goreng atau bakso?”

“Kamu mau hidup yang bagaimana, sederhana atau serba ada?”

“Kamu mau jadi apa, jadi insinyur atau jadi guru?”


Kemampuan untuk mengenali kebutuhan diri, adalah bagian dari mengenal diri sendiri. Seberapa kenal kamu dengan dirimu ditentukan dari kemampuan kamu untuk bisa mengeksplorasi diri kamu. Hal ini adalah kemampuan intrapersonal.

Kemampuan untuk mengenali kebutuhan diri, adalah bagian dari mengenal diri sendiri. Seberapa kenal kamu dengan dirimu ditentukan dari kemampuan kamu untuk bisa mengeksplorasi diri kamu. Hal ini adalah kemampuan intrapersonal.

Mengenal diri sendiri itu perlu. Mengapa? Karena dengan mengenal diri sendiri kamu akan menjadi nyaman dengan diri sendiri. Bukan hanya itu…

“Kamu akan menjadi sahabat terbaik bagi dirimu sendiri”

Hal kecil berdampak besar. Karena dengan ini, kamu akan memiliki diirmu secara utuh. Kamu tidak akan merasa sendiri dan kamu tidak akan terkalahkan.

Aku jadi teringat suatu peristiwa. Enam bulan lalu dari sekarang, aku sempat meragukan profesi yang saya jalani. Engineer. Aku lelah hati, pikiran, dan jiwa saat itu.

Aku takut, kalau-kalau aku tidak tahu ke mana aku harus melangkah nantinya aku tidak akan menjadi apa-apa.

Dalam video pembelajaran di Terampil yang aku dengarkan dari Agustina Samara (Chief of People and Corporate Strategy of DANA), mengenal diri sendiri adalah bagian dari pengembangan diri (Personal Development). Kita hanya akan menjadi alat pemenuhan mimpi-mimpi orang lain, jika kita gagal dalam melakukan personal development.

Sebaliknya, dengan mengenal diri kita, kita bisa lebih terarah. Nantinya kita dapat mengarahkan diri dan cita-cita kita, sehingga saat kita meredup dan hilang dari dunia ini kita sudah mengetahui apa yang kita inginkan sebenarnya.

Bisakah kamu mengenal diri melalui tulisan pribadimu? Sangat bisa! Kamu dapat mengenal diri dengan melakukan beberapa tips berikut.

Menanyakan Perasaan Diri Hari Ini

“Hai kamu, apa kabar?” Begitu caraku menanyakan kabar ke orang lain. Ternyata cara tersebut itu cocok dilakukan di diri sendiri.

Cobalah untuk melakukannya dengan duduk di atas meja yang nyaman, lalu mulai menuliskan kalimat pembuka tersebut. Tuliskan setiap perasaan yang muncul dalam dirimu di hari itu.

Pasalnya banyak orang yang kehilangan diri mereka tanpa mereka sadar, mereka terus melakukan pekerjaan yang menyiksa atau penuh keterpaksaan.

Mereka yang kehilangan diri akan berputar-putar, berjalan di tempat yang sama. Mereka akan hidup dalam putaran roda yang tidak pernah berhenti.

Sesimpel kamu menanyakan ke diri kamu sendiri, apakah kamu merasa dirimu baik-baik saja? Cara ini ampuh dilakukan untuk mengetahui apakah kita nyaman untuk berada di suatu tempat,dan melakukan pekerjaan tertentu.

Dengan begitu kamu tahu, di mana kamu harus berada dan bagaimana kamu harus memposisikan diri sendiri di tempat kerjamu.

Membuat Evaluasi Tugas-tugas

Sudahkah kamu menuliskan seberapa baik pekerjaan kamu? Apakah semuanya selesai?

Hal ini membuat kamu mengetahui, seberapa produktifnya kamu. Caranya?

Dengan membuat daftar tugas yang sudah ada dan mengevaluasinya. Misalkan

  • Membuat rancangan kerja seminggu ke depan — Masih tahapan pembuatan
  • Membuat progress report ke atasan — belum
  • Mengerjakan proyek commissioning dan start-up — lagi dipikirin
  • Membuat standar operasional prosedur — lagi dikerjain
  • Dst.

Kamu bisa menuliskannya di manapun. Di sticky notes di depan meja kerjamu, misalkan. Atau di sticky notes Laptop kamu. Atau di Google Calendar /  Google Task / Google Keep.

Kamu dapat mengetahui seberapa kamu hidup dalam hari-harimu dengan tugas-tugasmu. Apakah semuanya selesai tepat waktu? Atau terbengkalai.

Mengevaluasi tugas-tugas berarti mengevaluasi kesungguhan hati kita sehingga kita terhindar dari prokrastinasi. Kenapa prokrastinasi berbahaya?

Karena menjelang deadline, kamu tidak dapat berpikir secara jernih sehingga kamu akan bekerja dalam situasi tekanan dan hasil kerjamu tidak maksimal.

Dengan terhubung dalam tugas-tugasmu saat ini, kamu akan mengetahui apakah kamu sudah bisa menjalankan dengan baik atau belum.

Apabila kamu sering melakukan prokrastinasi, artinya ada sesuatu yang salah dalam dirimu. Apakah sebenarnya kamu membenci pekerjaan ini?

Membuat perencanaan matang bagi persiapan karir

Merasa hidup adalah rutinitas dan kamu stuck dalam diri kamu? Merasa kehilangan arah dan mulai tidak mengetahi kamu mau jadi apa?

Kamu perlu merapikan simpul-simpul kusut dalam hidupmu. Tentunya dengan membuat perencanaan matang bagi persiapan karir. Dengan begitu, kamu mengetahui kamu ingin jadi apa sih sebenarnya.

Kamu bisa membuat coretan ini di Google Keep, buku harian, atau di media lainnya:

Pekerjaan yang Kamu Inginkan

Cara ini yang aku lakukan saat aku mulai galau dengan pilihan-pilihan hidup di depan sana. Aku menanyakan, sebenarnya pekerjaan impianku apa ya?

Nah, dengan mengetahui cita-cita impian kamu, kamu dapat mulai mengambil kelas yang ada hubungannya dengan cita-citamu. Kamu bisa mengambilnya di berbagai platform offline dan online. Banyak kelas-kelas untuk mengupgrade diri di Udemy, Coursera, SkillAcademy, dan Terampil misalkan.

Kamu dapat menyiapkan lamaran pekerjaan, memperbaiki CV dan LinkedIn, serta Latihan interview.

Mengarahkan diri untuk membuat tugas-tugas atau rencana

Membagi diri untuk menyiapkan rencana karir ke depan harus dibarengi dengan kesungguhan bekerja di tempatmu yang sekarang. Kamu bisa menuliskan rencana kapan harus belajar interview, misalkan sepulang bekerja. Tulis daftar rencanamu di HP:

  • Selasa 18 Oktober, 19.00 — Latihan interview
  • 20.00 — belajar bikin CV yang menarik
  • 21.00 — istirahat

Kamu bisa memisahkan waktu bekerja dengan waktu mempersiapkan pendaftaran pekerjaan baru. Yang penting saat bekerja kamu tidak terkesan ogah-ogahan.

Jika kamu masih terlihat malas-malasan di tempat kerja, kenali lagi dirimu sesungguhnya apa motivasimu dalam bekerja? Apakah kamu harus memiliki teman diskusi, ataukah kamu harus punya banyak waktu santai, atau kenyamanan seperti kopi pagi dan snack di siang hari? Tulislah itu semua dalam format ini:

  • “Aku nyaman bekerja kalau ada …”
  • “Biasanya aku bekerja keras di pagi/siang/sore/malam”
  • “Semangatku pergi ke kantor meningkat karena …”

Atur dirimu sebaik-baiknya sebelum pekerjaan mengatur dirimu. Bagaimana kamu menyesuaikan ritme kerja dengan ritme perusahaan tempatmu bekerja.

Bila perlu, diskusikan dengan mentor atau atasan kamu. Kamu tetap bisa kok nyaman bekerja sambil mempersiapkan perencanaan karir ke depan. Dengan begitu, kamu tidak akan takut pergi ke kantor, dan kamu akan senantiasa siap.

Dalam training yang aku ikuti yaitu Dale Carnegie Training, hal inidisebut antusiasme. Antusiasme mengalahkan segala kesulitan. Antusiasme dapat membuat kita bertahan dalam kondisi di bawah tekanan. Antusiasme tidak muncul dari luar, tapi itu adalah dorongan diri kamu sendiri.

Apa sih yang bikin kamu ngerasa antusias? Mulailah menulis dan memikirkan hal-hal tersebut.

Follow up progress rencana

Sudah membuat CV? Sudah memperbaiki LinkedIn dan sudah membuat perencanaan? Saatnya memfollow up.

Tugas mana yang belum selesai atau harus menunggu kepastian pihak lain. Rekruter misalkan. Lakukan follow up secara berkala, untuk melihat progress kamu apakah lancar atau tidak.

Apabila mereka belum memanggilmu, itu artinya kamu masih harus memperbaiki banyak hal dalam dirimu. Entah itu pengalaman kerja, entah itu skill, ataupun daya tarik dalam CV mu.

Jangan ragu untuk memaksimalkan kesempatan di tempat kerjamu, ataupun mengambil kursus lain agar skill kamu meningkat. Bila perlu, ambil proyek yang sedang berjalan atau belum dipegang.

Kamu dapat menulis setiap progressmu. Misal seperti ini

  • Buat CV jadi keren — 50%
  • Kursus data science — 30%
  • Proses mendaftar pekerjaan di PT X — 20%
  • Kursus Bahasa inggris — 10%
  • Konsultasi ke atasan dan mencari ide proyek– 100%

Menghargai setiap proses, apapun perkembangannya

Kamu bisa banget kok tetap Bahagia dalam progress yang kecil. Kuncinya kamu harus menghargai progress apapun yang dirimu buat.

Dengan begitu kamu tidak akan toxic dengan dirimu sendiri. Kamu tahu apakah tugas ini sudah berprogress.

Apabila ada kesulitan, tuliskan setiap kendala progress itu dalam selembar kertas / catatan digital. Belajar melakukan self assessment karena hanya kamulah yang bisa mengamati setiap kesulitan atau kemudahan kamu berproses.

Menentukan visi dan misi hidupmu

Sesudah kamu melakukan semua itu, kamu dapat mengetahui benang merah dalam hidupmu. Apa yang kamu sukai, apa yang kamu inginkan, apa yang menjadi motivasimu dalam bekerja, apa kendala progresmu.

Dengan memiliki catatan yang jelas, kamu dapat membacanya sewaktu-waktu, sehingga kamu bisa mengarahkan diri menuju tujuan hidup yang lebih tinggi.

Kamu bisa mulai merancang visi dan misi hidup. Visi adalah gambaran kamu dalam 1, 3, 5 bahkan 10 tahun mendatang, kamu akan menjadi apa. Sementara misi adalah cara-cara untuk mencapainya.

Misal, visi hidupku adalah seperti ini:

“menjadi cendekiawan beriman yang memberi terang banyak orang dengan ilmu pengetahuan”

Maka, misiku harus berhubungan dengan cendekiawan, keimanan /ketaqwaan, dan manfaat yang besar.

Maka misiku adalah:

  1. Beribadah secara teratur dan mendalami agama
  2. Aktif dalam mengembangkan diri dengan mengikuti kursus-kursus minimal sebulan sekali
  3. Selalu membaca buku-buku baru setiap minggunya
  4. Selalu update dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan
  5. Rajin memberikan posting / share di blog dan social media tentang sesuatu yang bermanfaat

Dengan demikian, aku bisa mengarahkan diri dalam setiap tugas-tugasku. Maka aku dapat mengenali tugas-tugas yang penting dan tidak. Yang mendesak dan tidak.

Kamu juga bisa melakukannya sendiri, dan kamu dapat membuat perencanaan yang matang dari tugas-tugasmu. Namun sebelum mencapai tahap ini, kamu sudah harus memahami cara 1-6 untuk membuat hidupmu lebih tertata.


Dengan mengenal diri, kamu mencintai kehidupan. Dengan begitu kamu siap untuk menatap masa depan.

Yuk kita sama-sama mengenal diri sendiri yang sangat penting untuk pengembangan diri kita 😊

#30DWC #30DWCJilid39 #Day4